Firli Tegaskan Tak Takut Dengan Bekingan Dalam Kasus Lukas Enembe

Jakarta, Matainvestigasi.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta seluruh pejabat menjadikan kasus Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai peringatan. Karena, Lembaga Antirasuah tidak takut menindak orang yang melakukan tindakan koruptif meski punya bekingan, Selasa (17/01).

“Karena KPK dengan kekuatan yang dimiliki, tahu caranya mengeksekusi segala tindakan para pejabat yang selama ini mendapatkan backing atau penjamin dari orang berkuasa,” kata Firli melalui keterangan tertulis, Senin, 16 Januari 2023.

Firli juga menegaskan tidak ada backing-an yang lebih kuat dibandingkan undang-undang. Atas dasar itulah, semua pelaku korupsi wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Tidak ada tempat yang aman bagi koruptor, kecuali ditempat penebusan dosa, yaitu rumah tahanan (rutan),” tegas Firli.

Dia juga menegaskan KPK bisa bekerja sama dengan banyak pihak untuk menghalau semua bekingan pejabat. Apalagi, Lembaga Antikorupsi itu punya suara masyarakat sebagai senjata pemberantasan rasuah di Indonesia.

“KPK meminta bantuan semua pihak untuk bersama-sama melangkah membersihkan korupsi dari negeri ini, jangan ada penundaan dalam niat membersihkan korupsi dengan kerja sama kolektif,” ucap Firli.

Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.

KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.

Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.

Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

 

(Red/Medcom)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *