Sidang PN Jakpus Pencurian dan Kekerasan Dibantah Keras Terdakwa, Wardi : Itu Tidak Ada Terkesan Dipaksakan

Jakarta, Matainvestigasi.com – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan dugaan pencurian dengan kekerasan yang melibatkan 6 terdakwa, Senin (16/1/2013). Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan tiga saksi verbalisan dari penyidik Polda Metro Jakarta, Selasa (17/01).

Dalam sidang terungkap para terdakwa diduga mengalami kekerasan saat menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Para terdakwa pun serentak menolak keterangan tiga saksi verbalisan yang menyatakan tidak ada kekerasan saat memeriksa.

Jatendra Hutabarat, kuasa hukum dua terdakwa Wardi dan Bintang mengatakan, dalam fakta persidangan tidak pernah memerintahkan untuk melakukan pencurian dan tidak pernah memerintahkan melakukan kekerasan saat menagih hutang kepada Muslih. (Muslih adalah pelapor dalam perkara tersebut).

“Di fakta persidangan para terdakwa dengan kompak juga kemarin menyatakan tidak ada melakukan kekerasan. Bahwa dia (pelapor) menerima kekerasan apa buktinya,” ujarnya.

Klien kami (Wardi dan Bintang) didakwa dugaan pencurian dengan kekerasan. Sementara klien kami tidak ada di lokasi pada saat kejadian tersebut,” tambahnya.

Jatendra menegaskan, dalam fakta persidangan juga disampaikan, kliennya tidak pernah memerintahkan untuk melakukan pencurian dan tidak pernah memerintahkan melakukan kekerasan. Saat ditanya hakim para terdakwa juga kompak menjawab tidak betul itu melakukan kekerasan dan pencurian.

“Kita tetap bersikukuh tidak ada kekerasan saat menagih. Kita juga sudah minta hasil visum tapi itu juga ada suatu kejanggalan. Visum (terhadap pelapor) tanggal 16 Juni hasilnya tanggal 1 Juli. Fakta persidangan para terdakwa kompak tidak melakukan kekerasan,” tandasnya.

Wardi, salah satu terdakwa mengatakan, dirinya hanya menjadi korban dugaan konspirasi penyidik karena semua tuduhan yang dilakukan tidak terbukti. “Saya minta penyidik melakukan konfrontir, justru penyidik menolak. Padahal, ada perjanjian utang piutang antara saya dengan si pelapor muslih,” kata dia.

Wardi menjelaskan, salah satu yang menjadi persoalan adalah soal visum yang diduga direkayasa dengan tanggal yang berbeda, bahkan dikeluarkan pihak Polda Metro Jaya.

“Baru kali ini saya tahu Polda Metro bisa mengeluarkan visum bukan pihak rumah sakit. Ini kan aneh, kenapa harus dipaksakan,” tegasnya.

Wardi juga menyesalkan sikap JPU yang memaksakan kasus ini sampai P-21 dan sekarang masuk persidangan di PN Jakarta Pusat.

“Dalam beberapa kali persidangan terlihat JPU kelabakan dan tidak menguasai masalah dan membuktikan visum palsu. Saya kan mencari keadilan dan kebenaran, kok menjadi korban para mafia hukum seperti ini,” ujarnya.

Wardi menyampaikan, jauh sebelumnya surat sudah pernah di layangkan ke Polda Metro dari rekan yang saat itu pernah mengurus dirinya saat jadi titipan tahanan terkait kasus yang menjeratnya, dugaan kekerasan yang dialami para terdakwa.

Surat lembaga masuk ke Direskrimum Polda Metro Jaya, Kasubdit Tahbang/Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Kanit III Subdit Tahbang/Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Isi surat tersebut diantaranya meminta kepada penyidik agar mengevaluasi kembali penetapan dan penahanan serta perpanjangan penahanan tersangka atas nama Wardi Ikhsan Suluh, Bintang Anggara dan Roni Sahroni.

Keluarga Roni Sahroni mengatakan, “saat di tangkap unit Resmob Polda Metro Jaya di rumahnya bandung cibaduyut yang saat itu sedang istirahat. Bahkan saya (istri roni) juga heran saat penangkapan suaminya tanpa ada surat keterangan penangkapan yang di perlihatkan.

Istri roni menambahkan, “saat suami saya di bawa polisi saya sempat bingung dan mencarinya, bahkan saya tidak tahu suami saya di bawa kemana karena saya juga tidak tahu polisi dari mana yang bawa suami saya, “keluhnya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *