Bandung, Matainvestigasi.com – Dugaan korupsi berjamaah di Bea Cukai terungkap. Salah satunya menggunakan modus memanfaatkan celah aturan pembebasan bea masuk kategori handphone tertentu, Kamis (30/03).
Hal ini disorot karena terbongkarnya dugaan praktik korupsi terkait pungutan IMEI handphone dari luar negeri. Praktik tersebut tidak hanya dilakukan di lingkungan kantor wilayah DJBC Sumatera Utara saja, tapi sudah dilakukan secara keseluruhan di Indonesia.
Pejabat eselon II di Kantor Pusat DJBC disebut telah mengkoordinasikan hal ini. Sebelumnya, Bea Cukai juga diributkan dengan para pejabat beserta keluarganya yang gemar pamer harta, perilaku tak menyenangkan saat pemeriksaan bandara, hingga keluhan di media sosial yang dibalas dengan makian babu dan bacot.
Awal mula dugaan praktik kongkalikong IMEI telepon selular impor ini bermula dari sebuah surat terbuka dari ASN muda Bea Cukai yang resah dengan para oknum nakal yang mencoreng tempatnya bekerja.
Surat terbuka itu kemudian viral setelah akun Twitter dengan nama @PartaiSocmed mempublikasikan. Ditjen Bea Cukai juga belakangan mengakui ada prosedur yang salah dalam pungutan IMEI dan sudah memberikan sanksi kepada para pegawainya yang terlibat.
Jahatnya lagi, dugaan korupsi berjamaah ini disebut-sebut melibatkan pegawai Bea Cukai dari tingkat menengah, hingga pejabat Eselon III.
Alasannya sederhana, sama-sama tahu dan saling menutupi demi menjaga nama baik para pihak yang terlibat dan instansi Bea Cukai itu sendiri.
Dugaan korupsi berjamaah di Bea Cukai ini salah satunya dengan menggunakan modus memanfaat celah aturan pembebasan bea masuk kategori handphone tertentu.
Praktik dilakukan dengan mengubah jenis merk handphone yang didaftarkan dari Iphone menjadi handphone jenis Android.
Langkah tersebut untuk memanfaatkan celah pembebasan barang penumpang senilai 500 dollar AS.
Dengan diubahnya jenis handphone dari Iphone yang harganya lebih dari 500 dollar AS menjadi Android, maka penumpang tidak perlu membayar bea masuk. Sehingga cukai yang harusnya masuk ke kas negara berubah jadi nol. Tentu ada imbal jasa dari penumpang kepada petugas tersebut.
Adapun biaya yang diberikan kepada petugas untuk melakukan praktik tersebut berkisar pada rentang Rp 800.000 hingga Rp 1 juta per unit. Nilai ini jauh lebih murah dibanding membayar bea masuk yang disebut mencapai Rp 5 juta.
Aturan pembelian ponsel dari luar negeri, Sebagai informasi saja, ponsel atau perangkat elektronik dari luar negeri akan terkena bea masuk 10 persen, pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen, dan pajak penghasilan (PPh).
Pemerintah menetapkan bahwa tarif PPh bagi mereka yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) adalah 10 persen dan yang tidak memiliki NPWP menjadi 20 persen.
Sementara apabila ponsel yang dibawa dari luar negeri nilainya 500 dollar AS atau jika dirupiahkan setara Rp 7,58 juta (kurs Rp 15.160), maka bisa mendapatkan fasilitas pembebasan. Hal ini berlaku tak hanya untuk WNI, namun juga untuk WNA yang membawa ponsel dari luar negeri masuk ke Indonesia.
Disebutkan bahwa perangkat ponsel, komputer genggam (laptop), atau tablet dari luar negeri yang belum pernah terhubung dengan jaringan seluler Indonesia sebelum 15 September 2020 harus melalui proses pendaftaran IMEI.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20/2021, setiap orang dapat meregistrasikan paling banyak dua unit ponsel, laptop, atau tablet. Registrasi IMEI dapat dilakukan paling lambat 60 hari setelah orang tersebut tiba di Indonesia.
Pendaftaran IMEI dapat dilakukan di situs www.beacukai.go.id atau melalui aplikasi Mobile Beacukai (di Play Store), dengan pengisian dan penyampaian formulir permohonan secara elektronik. Pendaftaran itu tidak dikenakan biaya atau gratis.
Ditjen Bea Cukai Telah Keluarkan Kebijakan, Ditjen Bea Cukai sebenarnya telah mengeluarkan PER-13/BC/2021 tentang Tata Cara Pemberitahuan dan Pendaftaran Internasional Mobile Equipment Identity (IMEI) atas Perangkat Telekomunikasi dalam Pemberitahuan Pabean.
Kebijakan ini berkaitan tentang pembebasan bea masuk hingga 500 dollar AS, sebagai mana PER-09BC/2-18 pada tanggal 30 April 2018.
Namun, sesuai data yang didapat dari unit pengawasan (P2) Bea Cukai Kualanamu terdapat instruksi khusus dari Direktorat P2 Pusat yang menyatakan ada anomali dan kecurangan yang terindikasi adanya kerugian negara.
Dalam hal ini, pejabat Bea Cukai setingkat level menengah (Fungsional PBC Ahli Pertama) menetapkan bea masuk sesuka hatinya atau sesuai pesanan.
“Yang lebih parah lagi pejabat atasannya (eselon IV dan eselon III) melindungi hal tersebut karena lebih mementingkan menjaga nama baik demi predikat WBK-WBBM yang kami dapat daripada mengambil tindakan tegas,” tulis surat tersebut.
Praktik tersebut disebut tidak hanya dilakukan di lingkungan kantor wilayah DJBC Sumatera Utara saja, tapi sudah dilakukan secara keseluruhan di Indonesia. Pejabat eselon II di Kantor Pusat DJBC disebut telah mengkoordinasikan hal ini.
“Berdasarkan hal-hal di atas itulah kami merasa inilah saatnya momen kami untuk menyuarakan dan membuka kebusukan sekaligus saat untuk bersih-bersih di Direktorat Bea dan Cukai sesuai dengan pidato Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Paripurna Kabinet,” tulis surat tersebut.
Menanggapi keramaian tersebut, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, DJBC secara konsisten melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan proses bisnis termasuk registrasi IMEI.
Dari hasil monitoring dan evaluasi tersebut didapati pelanggaran pendaftaran IMEI sehingga Bea Cukai melakukan beberapa langkah pengamanan.
Pertama, meningkatkan kewaspadaan terutama pada unit pengawasan dengan diterbitkannya Nota Informasi Nomor NI-17/BC.10/2022 tanggal 11 Oktober 2022 kepada jajaran Kantor Wilayah DJBC terkait peningkatan volume pendaftaran IMEI melalui barang penumpang.
“Serta menetapkan standar Monitoring dan Evaluasi Pendaftaran IMEI dalam INS-06/BC/2022 tentang Monitoring dan Evaluasi Bandar Udara,” kata dia, dilansir Kompas.com.
Kemudian, DJBC juga disebut menyempurnakan sistem pelayanan dan pengawasan pendaftaran IMEI dengan aplikasi E-Customs Declaration.
Hal ini dilakukan dengan menyematkan fitur pengenalan otomatis dan auto-fill merk dan tipe HKT dengan memanfaatkan database TAC (Type Allocation Code) pada aplikasi E-Customs Declaration, sehingga manipulasi merk dan tipe HKT dengan IMEI yang berbeda dapat diminimalkan.
“Dengan Langkah-langkah tersebut, berdasarkan evaluasi jumlah ketidaksesuaian merk dan tipe HKT dengan database TAC telah menurun secara signifikan,” ujar Nirwala dikutip tribunmedan.
Kemudian, upaya pengamanan pendaftaran IMEI dikoordinasikan oleh Unit terkait di DJBC antara lain Direktorat Teknis Kepabeanan, Direktorat Kepatuhan Internal, Direktorat Penindakan dan Penyidikan dan Direktorat Informasi Kepabeanan, serta dengan melibatkan seluruh pimpinan Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
Terakhir, sepanjang penerapan ketentuan pendaftaran IMEI, Bea Cukai telah melakukan tindakan pengenaan disiplin kepada para pegawai yang terbukti terlibat dalam pelanggaran pendaftaran IMEI di unit vertical DJBC.
“Sampai dengan saat ini kami telah memeriksa 25 pegawai dengan hasil 21 pegawai direkomendasikan hukuman ringan–berat,” ucap Nirwala. (Red)