Jakarta, Matainvestigasi.com – Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan jika bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan tak dikehendaki Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Jum’at (07/04).
“Saudara-saudara sekalian kami menyadari ada risiko yang harus kami tanggung dalam mengusung bacapres (Anies) yang tidak dikehendaki oleh rezim penguasa,” kata AHY di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2023).
Menurut AHY, sejumlah elit yang tidak menghendaki Anies maju sebagai capres 2024 itu meradang dan melakukan berbagai cara untuk menjegal pencapresan Anies. Bahkan, kata AHY tim kecil Koalisi Perubahan sudah memprediksi adanya risiko penjegalan tersebut sejak setahun lalu.
“Bahkan sejak tahun lalu, perwakilan kami di tim kecil Koalisi Perubahan pun sudah menyampaikan risiko ini bahwa bukan tidak mungkin sekelompok penguasa akan meradang,” ujarnya.
Termasuk, jelas AHY upaya Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko untuk mengajukan Peninjauan Kembali atau PK atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan pihaknya.
“Sebetulnya sejak tahun lalu, kita sudah mengingatkan, ini bakal ada PK tapi pasti sangat politis,” ucap AHY.
Kini, lanjut AHY prediksi itu terbukti. Namun, dia memastikan Partai Demokrat tak gentar menghadapi upaya dan langkah ilegal sejumlah elit tersebut.
“Kita siap untuk mempertahankan kedaulatan partai kita. Dengan segala cara, dengan segala sumber daya yang kami dan kita semua miliki. Tidak gentar sedikit pun kita akan hadapi segala tantangan dan risiko yang ada di depan mata,” kata dia.
Menurut AHY, PK yang diajukan Moeldoko pada 3 Maret 2023, tepat satu hari setelah Partai Demokrat secara resmi mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres) 2024.
“Forum Commander’s Call berpendapat, PK ini bukan tidak mungkin erat kaitannya dengan kepentingan politik pihak tertentu. Tujuannya jelas, menggagalkan pencapresan saudara Anies Baswedan,” ujar AHY.
Selain itu, AHY juga mencium langkah Moeldoko ini sebagai upaya serius membubarkan Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai NasDem, PKS, dan Partai Demokrat.
“Tentu saja salah satu caranya adalah dengan mengambil alih Partai Demokrat, karena Demokrat merupakan salah satu kekuatan dari perubahan selama ini,” kata AHY.
Apalagi, lanjut AHY, beberapa praktisi hukum mengatakan bahwa proses PK oleh Moeldoko dapat menjadi ruang gelap dalam peradilan. Sebab, lanjutnya, ada celah untuk masuk intervensi politik dari pihak tertentu.
“Dan jika benar ada intervensi politik dalam kaitan manuver KSP Moeldoko ini, maka keadilan hukum dan demokrasi di negeri Indonesia tercinta ini berada dalam keadaan bahaya atau lampu merah,” ucap AHY.
AHY menilai tidak ada celah bagi Moeldoko untuk memenangi PK. Pasalnya, kata AHY, Demokrat berada di posisi yang benar.
Terlebih, kata AHY, langkah hukum kubu Moeldoko sudah ditolak 16 kali dari di Menkumham, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi Jakarta, PTUN Jakarta, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), permohonan judicial review, hingga di Mahkamah Agung.
Kendati demikian, AHY menyampaikan pihaknya tetap waspada terhadap langkah kubu Moeldoko tersebut. Sebab, ujar AHY, kondisi hukum di Indonesia saat ini sedang tidak dalam kondisi yang baik, seperti wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
“Situasi hukum yang tidak menentu itu ada kemungkinan diakibatkan oleh tekanan dan kepentingan politik pihak tertentu, bagian dari elit dan penguasa di negeri ini,” jelas AHY.
Oleh sebab itu, sebagai bentuk perlawanan, Demokrat secara resmi mengajukan kontra memori atas PK yang diajukan Moeldoko.
Adapun kontra memori ini bakal diserahkan ke Mahkamah Agung (MA) lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh tim hukum Demokrat yang dalam kesempatan ini diwakili Hamdan Zoelva.
“Secara resmi, hari ini, tim hukum kami akan mengajukan kontra memori atau jawaban atas pengajuan PK tersebut. Kita yakin, Demokrat berada pada posisi yang benar,” kata AHY. (Red)