Bandung, Matainvestigasi.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku belum mengetahui dan mempelajari besaran utang negara yang ditagih pengusaha Jusuf Hamka sebesar Rp 179 miliar ke pemerintah, Jum’at (09/06).
Jusuf Hamka mengatakan, utang pemerintah sebesar Rp179 miliar kepada perusahaan miliknya, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) merupakan kesepakatan atas deposito dan giro yang ditempatkan perusahaan di bank yang telah dilikuidasi pada krisis moneter 1998.
“Tapi saya belum lihat, saya belum pelajari,” kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Jusuf Hamka bahkan mengaku telah meminta Menko Polhukam Mahfud MD untuk menindaklanjuti utang pemerintah sebesar Rp179 miliar itu. Sebab, Mahfud menurutnya juga merupakan salah satu motor yang selalu mengejar utang swasta ke negara dalam bentuk dana BLBI.
“Pak Mahfud, jangan nguberin swasta yang utang kepada pemerintah. Tapi pemerintah utang ke swasta suruh bayar juga dong,” ujar Bos CMNP Rabu (7/6/2023) dikutip dari CNBC.
Mengutip berita acara kesepakatan jumlah pembayaran berkop surat Kementerian Keuangan yang diterima CNBC Indonesia, tertulis bahwa Mahkamah Agung telah memutuskan pada 15 Januari 2010, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus membayar deposito berjangka senilai Rp 78,84 miliar dan giro Rp 76,09 juta.
Putusan hukum itu juga meminta pemerintah membayar denda 2% setiap bulan dari seluruh dana yang diminta CMNP hingga pemerintah membayar lunas tagihan tersebut.
Kemudian CMNP juga sempat mengajukan permohonan teguran ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar pemerintah melaksanakan putusan yang telah inkracht tersebut. Lalu, perwakilan pemerintah bertemu dengan CMNP dan meminta pembayaran dilakukan hanya pokok saja alias tanpa denda.
CMNP keberatan atas permintaan tersebut dan meminta pemerintah tetap membayar denda. Akhirnya kedua pihak sepakat untuk membayar pokok dan denda dengan total nilai Rp 179,5 miliar. Pembayaran itu akan dilakukan dua tahap, yakni pada semester pertama tahun anggaran 2016 dan semester pertama 2017, dengan masing-masing nilai Rp 89,7 miliar.
Namun sampai saat ini, piutang CMNP belum juga dibayarkan. Jusuf pun mengaku dirinya sudah meminta bantuan berbagai pejabat pemerintah seperti Menko Marves, Menko Perekonomian, dan Menteri Keuangan.
“Tapi engga dibayar sudah 8 tahun. Sudah dilempar sini, lempar sana, ya capek juga akhirnya saya engga mau kalau sekarang cuma dibayar Rp170 miliar. Sudah hampir Rp800 miliar kalau ikut bunga. Karena keputusan MA ada bunganya,” jelas pria yang akrab disapa Babah Alun itu.
Tepat 8 tahun lalu, yakni tahun 2015, ia dipanggil oleh Bagian Hukum dari Kementerian Keuangan yang saat itu diduduki Indra Surya. Saat pertemuan itu, Jusuf menceritakan Kemenkeu meminta diskon atas kewajiban membayar bagi pemerintah.
Jusuf pun menyetujui dan kewajiban yang harus dibayarkan pemerintah menjadi hanya sekitar Rp 170 miliar, dengan janji pemerintah akan membayar dalam waktu 2 minggu setelah teken perjanjian hari itu. Tetapi karena sudah 8 tahun ‘dilempar ke sana-sini’ ia mengaku tidak rela jika hanya dibayar sebesar nominal tersebut.
“Saya menaruh harapan kepada Pak Mahfud. Mudah-mudahan Pak Mahfud bisa merealisasikan harapan saya,” katanya.
Adapun, masalah tersebut berawal saat krisis keuangan tahun 1997-1998. Kala itu perbankan mengalami kesulitan likuiditas hingga mengalami kebangkrutan. Kemudian pemerintah merilis Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang ditujukan kepada bank agar bisa membayar kepada para deposannya.
Ketika itu, CMNP memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Bank Yama). Akan tetapi perusahaan tidak mendapatkan ganti atas depositonya, karena dianggap berafiliasi dengan Bank Yama. (Red)