Internasional, Matainvestigasi.com – Craig Mokhiber mundur dari jabatannya sebagai direktur Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Jum’at (03/11).
Surat mundur itu tertanggal 28 Oktober. Keputusan tersebut merupakan bentuk protes Mokhiber atas genosida di Palestina.
’’Sekali lagi kita melihat genosida terjadi di depan mata kita dan organisasi yang kita layani (PBB, Red) tampak tidak berdaya untuk menghentikannya,’’ bunyi penggalan surat pengunduran diri Mokhiber.
Dia mengungkapkan, apa yang terjadi di Jalur Gaza saat ini terasa personal baginya. Dia sudah menyelidiki kasus-kasus HAM di Palestina sejak 1980-an, tinggal di Gaza sebagai penasihat HAM PBB pada 1990-an, dan melakukan berbagai misi HAM di Palestina selama bertahun-tahun.
Menurut Mokhiber, PBB tidak hanya gagal mencegah genosida di Palestina, tetapi juga atas pembantaian etnis Tutsi, muslim Bosnia, Yazidi, serta Rohingya.
Sebagai pengacara HAM dengan pengalaman lebih dari tiga dekade, Mokhiber paham betul bahwa konsep genosida kerap dijadikan subjek penyalahgunaan politik.
Namun, pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina berakar pada ideologi pemukim kolonial etnonasionalis tidak bisa diragukan atau diperdebatkan. Pembantaian itu merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang berlangsung selama beberapa dekade.
’’Di Gaza, rumah penduduk, sekolah, gereja, masjid, dan fasilitas medis diserang secara serampangan dan menyebabkan ribuan warga sipil terbunuh,’’ bunyi surat yang ditulis pria kelahiran Amerika Serikat (AS) tersebut.
Pelanggaran HAM, lanjut dia, juga terjadi di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Rumah-rumah penduduk Palestina dirampas dan pemukim Israel membunuh warga ditemani unit militer Israel. ’’Ini semua adalah contoh nyata genosida,’’ terang pria 63 tahun itu.
Mokhiber menyebutkan, pemerintah AS, Inggris, dan mayoritas negara Eropa terlibat. Mereka tidak hanya menolak untuk memenuhi kewajiban perjanjian berdasar Konvensi Jenewa. Namun juga mempersenjatai serangan Israel dan memberikan perlindungan politik serta diplomatik terhadap konflik tersebut.
Mokhiber juga menganggap PBB sejak awal ikut berdosa. Sebab, mereka telah membantu memfasilitasi perampasan hak milik rakyat Palestina dengan meratifikasi proyek kolonial pemukim Eropa yang merampas tanah Palestina.
Yang membuat surat pengunduran diri Mokhiber itu kontroversial adalah seruannya agar Negara Israel diakhiri secara efektif.
’Kita harus mendukung pembentukan negara sekuler yang demokratis dan tunggal di seluruh wilayah bersejarah Palestina dengan hak yang sama bagi umat Kristen, muslim, dan Yahudi,’’ terangnya.
Kelompok-kelompok yang sangat rasis dan pemukim proyek kolonial harus dihapuskan serta apartheid di seluruh negeri diakhiri.
Jauh sebelumnya, Mokhiber kerap mendapatkan kecaman dari kelompok pro-Israel. Sebab, dia memberikan dukungan terhadap gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS).
Yakni, sebuah gerakan untuk memboikot produk-produk buatan Israel. Sebelumnya, dia juga telah berkali-kali menuduh Israel melakukan tindak apartheid.
Juru bicara PBB di New York mengirimkan pernyataan kepada The Guardian tentang surat Mokhiber. Dia mengatakan, Mokhiber memang akan pensiun di akhir Oktober.
’’Pandangan dalam suratnya yang dipublikasikan adalah pandangan pribadinya,’’ kata juru bicara tersebut.
Sementara itu, Direktur PBB di Human Rights Watch Louis Charbonneau berpendapat, Mokhiber telah membuat argumen kuat dalam standar ganda di PBB.
’’Anda tidak harus setuju dengan semua hal dalam surat tersebut untuk melihat bahwa dia telah menyampaikan sebuah kasus yang kuat dan menyedihkan, bahwa PBB telah kehilangan arah dalam hal HAM ketika menyangkut Israel dan Palestina,’’ ujar Charbonneau. (Red)