KAB BANDUNG, Matainvestigasi.com – Seruan aksi massa dilakukan Balai Musyawarah Indonesia (Bamuswari) ke salah satu perusahaan yang tergabung dalam Mayora Group, yaitu PT Tirta Fresindo Jaya, di wilayah Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Senin (15/01).
Ketua Bamuswari, Maman Abdurahman mengatakan, dampak dari berdirinya pabrik tersebut, mengakibatkan sejumlah wilayah dalam radius tertentu mengalami kesulitan air.
“Dikarenakan pengambilan air berlebih oleh pihak pabrik, tentunya ini menjadi persoalan untuk masyarakat, sehingga menyebabkan kekeringan semakin parah,” kata Maman, Senin (15/1).
Menurutnya, pengambilan sumber daya alam tanpa adanya proses perawatan ekosistemnya, merupakan suatu kejahatan eksploitasi lingkungan.
Dijelaskan Maman, pada 2023 merupakan tahun kemarau terpanjang selama beberapa waktu terakhir, fenomena El-Nino disinyalir menjadi salah satu faktor penyebab kekeringan tersebut.
“Namun selain dari pada faktor cuaca, perlu dipahami juga bahwa faktor kelalaian manusia menjadi faktor penyebab paling merusak,” jelasnya
Maman mengungkapkan, salah satunya dampak lingkungan yang terjadi akibat produksi PT Tirta Fresindo Jaya, perusahaan tersebut fokus dalam memproduksi produk berbasis minuman, seperti Le Minerale, Teh Pucuk, Kopikap, dan lain-lain.
Melalui informasi yang dihimpun Jabar Ekspres, PT Tirta Fresindo Jaya dari Mayora Grup itu, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produsen minuman didirikan pada 2005 lalu, tepatnya wilayah Bekasi, Jawa Barat.
*Berikut Rekam Jejak Berdirinya Pabrik PT Tirta Fresindo Jaya
1. Pada Juni 2008 lalu, PT Tirta Fresindo Jaya berpindah lokasi dan mulai beroperasi di wilayah Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
2. Pada 2012 lalu, dimulai pembangunan pabrik kedua PT Tirta Fresindo Jaya yang berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur dan mulai beroperasi per Desember 2012 lalu.
3. Pembangunan pabrik ketiga, berdiri dengan lokasi di wilayah Makasar dan mulai beroperasi pada November 2014 lalu.
4. Pabrik keempat berlokasi di Palembang, mulai beroperasi pada 2015 lalu.
5. Pada tahun 2016 lalu, pabrik kelima PT Tirta Fresindo Jaya dibangun yang berlokasi di Ciherang, Bogor dan mulai beroperasi di tahun yang sama.
6. Pabrik keenam PT Tirta Fresindo Jaya berdiri pada 2016 lalu, berlokasi di wilayah Cianjur, Jawa Barat dan mulai beroperasi di tahun yang sama. beroperasi di Cianjur, Jawa Barat.
7. Pada tahun 2021 pabrik ketujuh PT Tirta Fresindo Jaya – Plant Muara Jaya mulai beroperasi di Desa Muara Jaya, Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
8. Setelah pengoprasian di wilayah Kabupaten Bogor pada 2021 lalu, diduga pabrik kedelapan PT Tirta Fresindo Jaya mulai didirikan di Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung pada tahun yang sama.
“Masyarakat Cicalengka sendiri mengetahui pembangunan pabrik PT Tirta Fresindo Jaya di Desa Tenjolaya ini dimulai pada tahun 2021,” ujar Maman.
Dia menerangkan, kawasan pabrik tersebut sebelumnya merupakan milik PT ITM, yaitu sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Industri tekstil dan sudah hampir 10 tahun lebih tidak beroperasi.
Menurut Maman, setelah kawasan tersebut diakuisisi oleh PT Tirta Fresindo Jaya sejak sekira 2020, masyarakat mengetahui pemasangan mesin penyedotan air, yang dilakukan mulai 2022 dan pengoperasian secara resmi pada 2023 lalu.
“Kami menuntut hentikan pengambilan air berlebih dan berikan transparansi perizinan operasional, yang sudah diperoleh dan juga batas pendayagunaan air oleh PT Tirta Fresindo Jaya,” terangnya.
Maman mengungkapkan, kondisi ketersediaan air tanah dan air permukaan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa termasuk wilayah Kabupaten Bandung sudah sangat memprihatinkan.
“Bahkan studi yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2025 persediaan air tanah di Pulau Jawa akan menjadi langka,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Maman menilai bahwa operasional pabrik PT Tirta Fresindo Jaya, yang mengambil air secara berlebihan di Cicalengka, berdampak kesulitan air bersih bagi masyarakat.
Dipaparkan, Over eksplotasi sumber air di Indonesia oleh industri justru dilegalkan oleh undang-undang dan produk kebijakan turunannya yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi negara.
“Dimana bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bukan kemakmuran industri,” paparnya.
“Kami menuntut transparansi catatan volume pengambilan air untuk produksi, lalu kompensasi terhadap warga yang dirugikan dan terkena dampak kekeringan, pasca kemarau akibat penyedotan air berlebih oleh PT Tirta Fresindo Jaya,” pungkas Maman. (Red)