Bandung, Matainvestigasi.com – Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit pilih bungkam dan enggan berikan tanggapan ketika akan dikonfirmasi langsung mengenai alasan pemberian penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat (Pemdaprov Jabar), Rabu (22/05).
Ketika wartawan hendak melakukan wawancara usai sidang Paripurna DPRD Jabar pada Selasa, (20/5) dengan agenda kegiatan pemberian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Ahmadi lebih memilih bungkam.
Dia enggan untuk memberikan tanggapannya terkait hasil WTP itu. Bahkan Ahmadi malah menyarakan untuk ke perwakilan BPK saja.
‘’Sama perwakilan saja, ujar Ahmadi Noor sambil berlalu ketika akan dimintai keterangan usai sidang paripurna dikutip dari jabar ekpres.
Ketika didesak untuk memberikan komentar, salah satu pengawalnya berusaha menghalangi dengan menutupi tubuh Ahmadi dan mendorong wartawan sehingga sulit untuk di wawancara langsung.
‘’Kita mau mengejar waktu, kita mau mengejar waktu,’’ seru pengawal yang berbadan tinggi besar itu.
Sementara itu, dalam sambutannya pada Sidang Paripurna Ahmadi Noor memberikan penilaian WTP dengan beberapa catatan rekomendasi penekanan suatu hal terhadap pengelolaan keuangan Pemdaprov Jabar.
Akan tetapi, catatan yang diberikan oleh BPK tersebut hanya berupa kesimpulan dari hasil pemeriksaan dan tidak dijelaskan dengan detail.
Beberapa penekanan yang diberikan BPK di antaranya adanya kerugian pada BPR Intan Jabar dan BPR Indramayu Jabar.
Selain itu, masalah penyertaan modal pada kedua BPR tersebut tidak diyakini kewajarannya dan ditemukan ketidakpatuhan.
BPK juga menemukan ada perjalanan dinas ke luar negeri di Biro Kesejahteraan Rakyat pada Sekretariat Daerah yang tidak sesuai ketentuan.
Temuan lainnya adalah pada 8 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menggunakan anggaran Belanja modal gedung tidak sesuai kontrak dengan nilai total Rp 2 miliar.
Selain itu, ada keterlambatan pembayaran denda yang beum disetorkan sebesar Rp 288, 35 juta.
BPK juga menemukan pada pengelolaan kas yang digunakan tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 135 miliar.
Dalam keterangan yang dibacakan pada Paripurna, BPK tidak menyebutkan secara rinci mengenai kerugian pengelolaan Kas itu.
Hal ini menunjukan BPK terkesan menutupi dan jauh dari kata transparansi dalam memberikan keterangan hasil pemeriksaan keuangan daerah.
BPK tidak memberikan keterangan secara rinci atas rekomendasi penekanan yang telah dberikan untuk Pemdaprov Jabar.
Untuk diketahui, saat ini kredibilitas dan Integritasnya tengah menjadi sorotan publik setelah salah satu anggota III BPK, terlibat menerima suap dalam kasus pengadaan BTS pada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
Baru baru ini, anggota BPK RI periode 2019-2024, Achsanul Qosasi dituntut hukuman pidana lima tahun penjara. Qosasi terjerat kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo. (Red)