Bandung, Matainvestigasi.com – Proyek Gedung Rawat Intensif yang dikerjakan oleh UPTD Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat saat ini kondisinya masih mangkkrak. Sehinga sudah seharusnya mendapat atensi oleh Aparat Penegak Hukum (APH), Minggu (12/02).
Akan tetapi, setelah berjalan hampir dua tahun kasus itu belum terjamah oleh APH. Baik dari Polda maupun Kejati Jabar.
Proyek pembangunan Gedung Rawat Jiwa Intensif saat ini masih terbengkalai dan tidak ada kelanjutannya, Padahal proyek tersebut telah memakan total biaya belasan miliar.
Proyek itu, kini telah jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) pada tahun anggaran 2022 dengan nilai kerugian ditaksir mencapai Rp 2,2 miliar lebih.
Syarat dengan Kejanggalan
Berdasarkan penelusuran pada Layanan Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE) diketahui proyek tersebut memiliki pagu senilai Rp 25 Miliar.
Proyek dikerjakan oleh perusahaan kontraktor PT Pubagot Jaya Abadi (PJA) yang beralamat di Ujung Menteng Businnes Center Blok A No. 39 Lt. 2 No. 202 Jl. Raya Hamengkubuwo IX KM.25 Kel. Ujung Menteng, Kec. Cakung – Jakarta Timur.
Untuk harga penawaran yang ditawarkan oleh PT PJA sebesar Rp 19,8 miliar. Sedangkan pemenang lelang sebagai konsultasi pengawas adalah CV Rajaya Rekayasa dengan nilai paket Rp 403 juta.
Dalam penentuan lelang sendiri, proyek tersebut syarat dengan kejanggalan dimana tiga perusahaan terpilih dengan harga penawaran paling tinggi ditetapkan sebagai pemenang.
Sedangkan dua perusahaan lainnya yang memiliki harga lebih rendah justru tersingkir dari pelaksanaan proyek itu.
Hasil LHP BPK RI Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat
Sementara itu, berdasarkan catatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun anggaran 2022, Gedung Rawat Jiwa Intensif disebutkan, sebagai pemenang tender PT PJA telah menandatangani Kontrak Nomor 11897/HUB.03.07.03/RSJ pada 11 Juli 2022.
Untuk jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 165 hari kalender terhitung mulai tanggal 11 Juli s/d 22 Desember 2022.
Dalam LHP BK disebutkan, untuk konsultan pengawasan pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh PT MBS – PT HES dan PT NKP KSO.
Konsultan pengawas pembangunan gedung rawat intensif rumah sakit jiwa jawa barat ini, berbeda dengan hasil pemenang yang tersaji dalam LPSE yang dimenangkan oleh CV Rajaya Rekayasa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukan bahwa Penyedia belum menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak.
Selain itu, pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan juga tidak sesuai ketentuan. Sebab, pembayaran termin melebihi progres fisik pekerjaan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik BPK RI juga menemukan kekurangan volume pekerjaan. BPK juga tidak menemukan berita acara serah terima pekerjaan pertama dari penyedia kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Akan tetapi, sampai dengan pemeriksaan berakhir, penyedia telah menerima pembayaran sebesar Rp 17,8 miliar dengan pemberian dilakukan selama 5 tahap dari Agustus sampai Desember 2022.
BPK memeriksa dokumen laporan progres pelaksanaan, diketahui bahwa progres penyelesaian pekerjaan mengalami keterlambat terjadi pada minggu ke-5 dengan deviasi 1,02 persen.
Sedangkan progres penyelesaian pekerjaan pada tanggal berakhirnya kontrak hanya mencapai 82,07 persen dengan nilai penyimpangan atau deviasi minus 17,93 persen dari rencana.
Kemudian pekerjaan dilanjutkan kembali pada 28 Desember 2022 dengan progres 90,16 persen. PPK juga telah membebankan denda keterlambatan sebesar Rp107 juta yang sudah disetorkan ke kas daerah.
Konsultan pengawas juga telah memberikan teguran sebanyak tiga kali dan PPK memberikan tiga kali surat peringatan.
PPK kemudian memberikan dua kali kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan, namun pekerjaan tidak dilaksanakan.
BPK menemukan pelanggaran aturan untuk pemberian kesempatan kedua yang tidak mengatur batas waktu. Sebab, tidak terdapat perpanjangan jaminan pelaksanaan, dan tidak mengatur sumber dana penyelesaian sisa pekerjaan.
BPK mencatat, denda keterlambatan yang masih harus dikenakan kepada penyedia sesuai kontrak minimal 111 hari senilai Rp 1,98 miliar.
Ketika dilakukan pengecekan fisik BPK ditemukan adanya kurang volume pekerjaan dan banyak item pekerjaan yang belum selesai dikerjakan. Akan tetapi, PPK malah membayar melebihi progres penyelesaian fisik pekerjaan sebesar Rp 1,8 miliar.
Tidak itu saja, BPK juga menemukan telah terjadi kekurangan volume pekerjaan pada item pekerjaan yang telah selesai sebesar Rp 465 juta.
Dari hasil perhitungan disajikan kelebihan pembayaran belanja modal gedung dan bangunan sebesar yaitu Rp1.48 miliar.
Sedangkan untuk penerimaan daerah atas denda keterlambatan minimal yang harus dibayar sebesar Rp 2,1 miliar.
Selain itu, realisasi belanja modal gedung dan bangunan atas pembangunan gedung rawat jiwa Intensif pada LRA TA 2022 tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya sebesar Rp 2.27 miliar.
Potensi kelebihan pembayaran atas pembayaran pekerjaan yang belum selesai dikerjakan sebesar Rp 1.8 miliar.
Ketika dikonfirmasi Kassubag Akuntansi dan Verifikasi Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat Agus Ramli mengklaim bahwa, masalah tersebut sudah diselesaikan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Agus mengakui bahwa pihak kontraktor yang mengerjakan Gedung Intensif Rawat Jiwa bemasalah dan menjadi temuan BPK.
Dalam proses pelaksanaan phaknya sudah melakukan teguran dan peringatan sesuai dengan kontrak kerja. Akan tetapi proses pembangunan gedung rawat intensif rumah sakit jiwa Jawa Barat tidak ada kelanjutannya.
Pihaknya juga sudah melakukan koordinasi agar PT Pubagot Jaya Abadi masuk kedalam daftar hitam (Black List) karena sudah wan prestasi.
‘’Jadi kontraktor itu memang beramasalah dan sudah masuk ke dalam daftar hitam,’’ tandas Agus. (Red)