Kinerja Dishub Kab Bandung Buruk, Parkir Liar Merajalela

Kab Bandung, Matainvestigasi.com – Parkiran liar yang menjamur di wilayah Kecamatan Cicalengka, terus dapat sorotan publik hingga kritikan masyarakat sekitar, Senin (29/07).

Salah seorang Tokoh Masyarakat Cicalengka, Agus Rama mengatakan, keberadaan parkiran liar seakan sudah menjadi hal yang dinormalisasi oleh pemerintah.

“Karena adanya ruang, kemudian timbul peluang dan masyarakat butuh uang. Terjadilah di sana praktik pungli (pungutan liar) berkedok lapak parkir (tidak resmi alias ilegal),” katanya.

Pria yang akrab disapa Abah Rama itu menerangkan, keberadaan parkiran liar tergolong sudah lama, bukan baru-baru ini muncul.

“Tidak seriusnya penegakkan aturan membuat parkiran liar menjamur dan terabaikan, tidak ada tindakan oleh pemerintah,” terangnya.

Abah Rama menilai, pihak legislatif, eksekutif termasuk yudikatif dalam hal ini tidak melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal, sehingga praktik-praktik pungli merajalela di Cicalengka.

“Yudikatif sebagai APH (Aparat Penegak Hukum) harus bisa mendeteksi dan menindak pelanggaran, legislatif perlu memantau dan mengusulkan aturan sesuai kondisi yang terjadi di masyarakat,” bebernya.

“Kemudian eksekutif sudah seharusnya mengerjakan tugas-tugas sesuai regulasi dan aturan, sebagaimana fungsinya. Bukan mengabaikan,” lanjut Abah Rama.

Menurutnya, pungli yang merajalela dengan praktik parkiran liar di Cicalengka, menjadi bukti bahwa Kabupaten Bandung masih kurang maksimal dalam menegakkan aturan.

Selain itu, Abah Rama menjelaskan, dengan semakin maraknya parkiran liar dapat membuat masyarakat merasa tidak nyaman berada di wilayahnya sendiri.

“Bayangkan saja, kita warga lokal sini harus terpaksa kena pungli. Kita mau belanja harus bayar parkir, kalau resmi gak masalah karena retribusi masuk ke kabupaten, tapi ini kan masuk ke oknum (pengelola parkiran liar),” jelasnya dikutip dari Jabar Ekpres.

Abah Rama memaparkan, seharusnya Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bandung bisa mendeteksi adanya praktik parkir liar, baik melalui laporan warga atau pantauan koordinator lapangan (korlap).

“Saya paham kedinasan terbatas SDM (Sumber Daya Manusia), tidak mungkin bisa memantau seluruh wilayah dalam satu hari. Tapi minimal apa enggak pernah lihat kondisi di Timur? Menurut saya gak mungkin kalau enggak tahu ada parkiran liar,” paparnya.

Abah Rama menuturkan, pihak legislatif alias anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung juga perlu memberikan dorongan, agar Dishub melakukan tugasnya, termasuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai penegak Perda.

“Apa para dewan merasa nyaman dengan adanya pungli lewat praktik parkir liar? Apa Satpol PP tidak berani menegakkan Perda? Atau Dishub tutup mata adanya aturan yang dilanggar? Di sini yang jadi korban ya warga, kena pungli, tidak nyaman dan risih,” tuturnya.

Depan Alun-Alun Cicalengka terlihat, sepanjang toko yang berjajar di depannya dijadikan lapak parkiran hingga memakan ruas jalan, dengan dijaga oleh juru parkir (jukir) tanpa mengenakan seragam atau rompi resmi.

Setiap warga yang selesai melakukan transaksi perniagaan jual-beli di salah satu toko, ketika hendak pergi mereka dimintai biaya parkir sebesar Rp2.000 tanpa menyodorkan tiket atau karcis resmi.

Pihak Dishub Kabupaten Bandung pun sempat mengakui, di wilayah Cicalengka terdapat sedikitnya 10 titik parkiran ilegal. Adapun parkiran resmi sebanyak 12 titik, itu pun satu di antaranya dikelola oleh jukir liar.

Menanggapi hal tersebut, Abah Rama mengungkapkan, Dishub Kabupaten Bandung kinerjanya kurang maksimal.

Selain membiarkan pungli lewat parkiran ilegal hingga menjamur, juga dinilai memprihatinkan sebab kecolongan, karena lapak parkiran resmi bisa dikelola oleh Jukir liar.

“Setelah Dishub tahu ada 10 titik parkiran liar apakah ada tindakan tegas, lakukan penertiban bekerjasama dengan Satpol PP? Apalagi katanya ada lapak parkiran resmi dikelola Jukir liar, harusnya jangan sampai begitu,” ungkapnya.

Abah Rama menyampaikan, menjamurnya pungli lewat paktik parkiran liar menjadi bukti abainya pemerintah, dalam mengatur tata kelola wilayah, belum maksimalnya menegakkan aturan hingga kurang peduli terhadap masyarakat.

“Kalau masyarakat bisa mendapat kerjaan lebih merata, angka kemiskinan tertangani secara signifikan, saya rasa tidak akan warga memaksakan untuk kelola parkir liar, karena kebutuhan ekonomi sudah cukup,” imbuhnya.

“Waktu dan tenaga sudah terpakai bekerja, otomatis tidak akan warga nekat melanggar aturan demi menghidupi diri dan keluarga. Karena pungli terjadi akibat kebutuhan belum terpenuhi, warga butuh uang dan melihat adanya ruang dan peluang, terjadilan praktik pungli,” pungkas Abah Rama. (Red)