Tidak Pandang Bulu, Israel Serang Gereja di Gaza

Internasional, Matainvestigasi.com – Sebuah gereja di Gaza hancur. Pemimpin Hamas mengatakan beberapa warga yang mengungsi di kompleks gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius di Gaza tewas dan terluka akibat serangan Israel, Sab’tu (21/10).

Tentara Israel mengatakan kepada kantor berita AFP jika mereka sedang memeriksa laporan serangan tersebut.

Saksi mata mengatakan serangan itu merusak bagian depan gereja dan menyebabkan bangunan di dekatnya runtuh.

Patriark Ortodoks Yerusalem mengecam keras serangan ke gereja tertua yang juga masih digunakan di Gaza.

“Menargetkan gereja-gereja dan lembaga-lembaganya, serta tempat yang disediakan untuk melindungi warga yang tidak bersalah, terutama anak-anak dan perempuan yang kehilangan rumah mereka akibat serangan udara Israel di wilayah pemukiman selama 13 hari terakhir, merupakan kejahatan perang yang tidak dapat dibiarkan,” kata Patriark dalam sebuah pernyataan.

Jumlah korban meninggal akibat serangan Israel Gereja Ortodoks Yunani Santo Porphyrius di Kota Gaza pada Jumat 20/10/23 bertambah.

Kantor media Gaza mengatakan 18 warga Kristen Palestina gugur dalam serangan udara Israel itu.

Para pejabat Palestina mengatakan setidaknya 500 warga Muslim dan Kristen telah berlindung di gereja tersebut dari pemboman Israel.

“Patriarkat Ortodoks Yerusalem menyatakan kecaman terkuatnya atas serangan udara Israel yang menghantam kompleks gerejanya di kota Gaza,” tulis pernyataan gereja dilansir Aljazirah.

Para saksi mata mengatakan serangan itu merusak bagian depan gereja dan menyebabkan bangunan di dekatnya runtuh, dan banyak orang yang terluka dievakuasi ke rumah sakit.

Santo Porphyrius, dibangun sekitar tahun 1150, adalah gereja tertua yang masih digunakan di Gaza. Terletak di lingkungan bersejarah Kota Gaza, gereja ini menawarkan perlindungan bagi orang-orang dari berbagai agama selama beberapa generasi.

Menjelaskan kerusakan yang terjadi pada gereja tersebut, militer Israel berdalih bahwa “Hamas dengan sengaja menanamkan asetnya di wilayah sipil dan menggunakan penduduk Jalur Gaza sebagai tameng manusia.”

Gaza dilanda rentetan tembakan Israel yang tiada henti menyusul serangan pejuang Hamas pada 7 Oktober, yang menurut Israel menewaskan sedikitnya 1.400 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.

Sedangkan di pihak Palestina,  juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra mengatakan 4.137 orang telah gugur sejauh ini dalam serangan Israel di Gaza termasuk 1.661 anak-anak. Ada 13.260 orang terluka, kata al-Qudra. “Operasi dilakukan di lantai, di tanah, di koridor rumah sakit.”

Sedangkan kantor berita WAFA melaporkan, setidaknya 21 warga sipil Palestina, termasuk anak-anak, gugur kemarin malam dan 79 lainnya terluka, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dalam serangkaian serangan udara Israel di kota Khan Yunis di Gaza selatan.

Pesawat-pesawat tempur Israel menargetkan enam rumah tempat tinggal secara bersamaan di Khan Yunis, yang mengakibatkan hilangnya 21 nyawa secara tragis dan 79 lainnya luka-luka, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.

Korban luka dilarikan ke Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis untuk perawatan medis. Delapan dari korban meninggal berasal dari satu keluarga.

Selanjutnya, pasukan pendudukan Israel membombardir kota Gaza, dengan fokus di lingkungan Zaytoun dan Shujaeya. Serangan tanpa henti ini mengakibatkan hancurnya beberapa rumah.

Sementara, sikap diam Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas serangan sistematis Israel terhadap penduduk sipil di Jalur Gaza yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan “sama sekali tidak dapat diterima”, kata seorang ahli hukum.

Selama lebih dari 10 hari, Israel membombardir wilayah Palestina yang terkepung itu sampai merenggut korban tewas yang jumlahnya kini mendekati 3.000 yang 750 di antaranya anak-anak.

Serangan Israel menargetkan bangunan-bangunan di kawasan pemukiman padat penduduk, yang ditudingnya digunakan oleh kelompok Palestina Hamas. Serangan udara juga menghantam rumah sakit-rumah sakit dan sekolah-sekolah, sebagaimana laporan badan-badan PBB seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

Beberapa staf medis dan staf kemanusiaan terbunuh dalam serangan Israel, bersama dengan jurnalis dan pejabat layanan sipil serta penyelamatan setempat.

Bencana kemanusiaan semakin parah ketika Israel memutus air, listrik dan pasokan lainnya ke Gaza. Sekitar dua juta penduduk mengalami kekurangan kebutuhan dasar, yang telah menimbulkan kekhawatiran dari PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.

Israel juga memerintahkan evakuasi untuk warga di Gaza utara, yang berdampak kepada lebih dari 1 juta orang atau hampir setengah dari seluruh penduduk di kantong Palestina itu.

Perintah Israel itu dikritik keras oleh organisasi-organisasi internasional dan kelompok-kelompok hak asasi manusia sebagai “pemindahan paksa” dan kejahatan perang. Pelanggaran besar lainnya yang dilakukan Israel adalah penggunaan fosfor putih dalam serangannya di Gaza.

Militer Israel membantah tuduhan tersebut, tapi kelompok-kelompok hak asasi manusia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International telah membuktikannya dalam investigasinya.

Ahmed Abofoul, peneliti hukum dan petugas advokasi pada organisasi hak asasi manusia Al-Haq, menegaskan bahwa tindakan Israel di Gaza adalah “kejahatan perang”.

Sementara penargetan infrastruktur sipil dan penduduk sipil dapat disebut sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Abofoul mengatakan, ada pernyataan genosida yang sangat meresahkan dari para politisi Israel, seperti Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang bersumpah akan mengubah Gaza menjadi puing-puing.

Abofoul, yang juga seorang pengacara internasional yang berbasis di Den Haag, menyatakan bahwa kelambanan ICC dalam menindak kejahatan Israel “sama sekali tidak dapat diterima.”

“Penting untuk dicatat bahwa jaksa ICC mempunyai mandat tidak hanya untuk menyelidiki kejahatan, tetapi juga untuk mengeluarkan pernyataan preventif, yaitu pernyataan peringatan dini yang dapat memberikan efek jera,” kata dia.

Kondisi ini juga memalukan karena komunitas internasional tidak benar-benar mendorong gencatan senjata, dan malah mendukung Israel dengan mengirimkan senjata, tambah dia.

Abofoul berpendapat bahwa tindakan Israel yang menjatuhkan hukuman kolektif kepada warga Palestina melalui serangan tanpa pandang bulu dan pengepungan total dapat dianggap genosida.

“Kami telah mendengar pernyataan Israel yang tampaknya mengabaikan kehidupan warga sipil yang tidak bersalah,” kata dia.

Abofoul menekankan bahwa penggunaan fosfor putih selalu berdampak pada penduduk sipil karena senjata tersebut tidak pandang bulu. “Mereka mengetahuinya dan menggunakannya, oleh karena itu, itu dapat dikatakan sebagai kejahatan perang,” kata dia. (Red)