Citarum Harum Belum Membaik, Walhi : Sudah 6 Tahun Menilai Gagal 

Kab Bandung, Matainvestigasi.com – Program Citarum Harum yang sudah dijalankan selama 6 tahun dinilai gagal dan belum membuat kondisi sungai terpanjang di Jawa Barat itu membaik  Senin (20/05).

Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, program Citarum Harum yang dikuatkan dengan Perpres No 15 Tahun 2018, belum bisa membuat aliran sungai terbebas dari limbah berbahaya.

Untuk itu, sebagai bentuk kritik keras kepada pemerintah, Walhi Jabar bersama kalangan aktivis lingkungan melakukan aksi dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Citarum Harum X Hadeuh ✓

Spanduk raksasa tersebut dibentangkan di bawah jembatan Rancamanyar yang biasa dilalui oleh pengguna kendaraan.

Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan yang memiliki pabrik dan oknum masyarakat masih kerap terjadi.

‘’Pencemaran limbah industri maupun limbah domestik, serta kerusakan lahan di berbagai mikro DAS masih banyak terjadi pelanggaran,’’ ujar Wahyudin.

Untuk pencemaran di Daerah Aliran Sungai (DAS) masih banyak limbah domestic dan industri yang dibuang ke sungai.

Masalah ini pencemaran ini, selama enam tahun belum teratasi dengan baik. Terlebih Nasib yang sama juga terjadi di daerah hulu.

Di Kawasan Hulu banyak sekali ditemukan alih fungsi lahan. Sehingga daerah resapan air menjadi rusak dan sangat rentan terjadi bencana longsor maupun banjir.

Penilaian ini, menjadikan Walhi sebagai Parameter bahwa program Citarum Harum yang selama ini menghabiskan anggaran triliuanan rupiah gagal.

” Jadi Perpres No15 tahun 2018 ini kami anggap gagal selama enam tahun berjalan,” cetus Wahyudin.

Wahyudin menilai, Program Citarum Harum yang dijadikan showcase di WWF (World Water Forum) ke-10 di Bali sangat tidak tepat. Sebab, penilaian keberhasilan program tersebut tidak memiliki indikator yang jelas.

Seharusnya, progres keberhasilan bisa diperlihatkan dengan fakta data yang ada di lapangan. Bukan dengan klaim bahwa air sungai saat ini kondisinya tercemar ringan.

Menurutnya, ada tiga indikator penilaian yang seharusnya menjadi rujukan dalam keberhasilan program.

Pertama, kondisi Kawasan hulu seperti dari di zona atau di sektor 1 dan 2. Di wilayah itu masih banyak lahan kritis. Bahkan kondisinya makin parah.

“Banjir lumpur juga tidak bisa tertahan dan bermuara pada bencana yang menelan korban juga,” ucapnya.

Permasalahan kedua, pencemaran limbah industri kerap terjadi hingga saat ini, baik kawasan hulu, tengah hingga hilir makin parah.

Kondisi ini tidak berbanding lurus dengan penegakan hukum masalah pencemaran linbah industri yang tidak memberikan efek jera.

Terakhir indikator ketiga adalah masalah sampah yang sampai saat ini belum tuntas terselesaikan.

Banyak sampah rumah tangga mencemari sungai Ketika musim hujan datang. Akibatnya, sampah-sampah menggunung di DAS.

Sementara itu, keterlibatan TNI yang ditunjuk sebagai Satgas belum bisa berbuat maksimal. Fungsi pengawasan dan ketegasan di lapangan perlu ditingkatkan agar membuat kalangan industry yang melanggar jera.

Menurutnya, keberadaan TNI AD dalam membantu program Citarum masih dibutuhkan dengan fungsi koordinasi dan pengawasan.

Wahyudin menambahkan, untuk mengatasi pencemaran sungai Citarum pemerintah sudah menggelontorkan anggaran sangat besar.

Jika dirunut, program penganan Citarum sudah dijalankan dalam 20 tahun terakhir.

Mulai dari program normalisasi, Citarum bergetar, Citarum Bestari hingga Citarum harum saat ini.

‘’Anggarannya luar biasa. Baik yang bersumber dari APBN, APBD maupun pembiayaan hutang dan bantuan hibah keuangan dari lembaga dunia,” ungkapnya.

Akan tetapi, dukungan anggaran tersebut belum bisa menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang ada.

“Kami suarakan kondisi dan kenyataan yang ada bahwa Sungai ini masih tercemar hingga saat ini,” ujarnya. (Red)