Internasional, Matainvestigasi.com – Starbucks mengalami penurunan nilai pasar sebesar hampir US$12 miliar (sekitar Rp 186 triliun) selama sebulan terakhir, Senin (11/12).
Kerugian yang dialami Starbucks ini terjadi karena penjualan dilaporkan melambat di tengah menurunnya daya beli konsumen dan meningkatnya perselisihan perusahaan dengan karyawannya sendiri.
Ada juga yang berspekulasi bahwa penurunan nilai tersebut menjadi dampak aksi boikot serangan Israel ke Gaza.
Meskipun menghasilkan pertumbuhan penjualan yang lebih baik dari perkiraan sebesar 8% pada kuartal fiskal keempat, harga saham kedai kopi tersebut melambat dari minggu ke minggu, mengikuti tren di industri makanan ringan dan kopi.
Ketika pasar dibuka pada Senin (4/12), saham Starbucks turun sebanyak 1,6%. Ini terjadi selama 11 sesi berturut-turut yang merupakan penurunan terpanjang sejak debut Starbucks di publik pada tahun 1992.
Penurunan ini menghapus 9,4% nilai pasar Starbucks, atau turun hampir US$12 miliar, demikian dikutip dari NewYork Post, Minggu (10/12/2023).
Pada jam-jam awal perdagangan di hari Kamis, harga saham perusahaan yang berbasis di Seattle itu turun sekitar 6,5% menjadi US$96,90 setiap bulan.
Ketika harga saham Starbucks mulai menurun, perusahaan sedang memperingati Red Cup Day tahunan. Dalam ajang promosi tersebut, barista membagikan cangkir bertema liburan berwarna merah yang dapat digunakan kembali secara gratis kepada pelanggan yang membeli kopi pada 16 November, meskipun perayaan tersebut dibayangi oleh mogok kerja para karyawan.
Ratusan pekerja yang tergabung di serikat pekerja Workers United, memilih untuk meninggalkan pekerjaannya di hari promosi, dan menuntut peningkatan staf dan jadwal bekerja mereka.
Sementara staf non-serikat mengalami hari yang berat karena kekurangan staf. Mereka kebanjiran pesanan hingga akhirnya minuman menumpuk dan kena damprat pelanggan yang marah karena menunggu pesanannya terlalu lama.
Protes tersebut hanyalah kejadian terbaru perselisihan Starbucks dengan serikat pekerjanya.
Bulan lalu, kedua entitas tersebut mengajukan tuntutan hukum yang saling bertentangan atas postingan media sosial serikat pekerja yang menyatakan “Solidaritas dengan Palestina!” setelah serangan mematikan Israel.
Setelah Workers United mempublikasikan pernyataan kontroversial tersebut dalam postingan yang telah dihapus di X bulan lalu, yang memiliki hampir 100.000 followes, Starbucks dengan cepat menjauhkan organisasi tersebut dari perusahaan.
“Kami dengan tegas mengutuk tindakan terorisme, kebencian dan kekerasan, serta tidak setuju dengan pernyataan dan pandangan yang diungkapkan oleh Workers United dan anggotanya. Perkataan dan tindakan Workers United adalah milik mereka, dan mereka sendiri,” kata Starbucks.
Tanggapan tersebut ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap Israel atas Palestina, sehingga memicu seruan boikot. Terlepas dari upaya Starbucks untuk meredam seruan boikot, tagar #boycottstarbucks masih menjadi tren di media sosial.
Menurut Pusat Kreatif TikTok, basis data yang merinci wawasan pengguna, tagar tersebut telah digunakan sekitar 16.000 kali selama 30 hari terakhir, menghasilkan total 167 juta tampilan.
Di X, pengguna media sosial lainnya tampak mendukung penurunan pasar Starbucks.
“Saya sudah berbulan-bulan tidak pergi ke Starbucks karena boikot dan saya sangat senang melihat lebih sedikit orang yang pergi ke sana,” tulis seorang pengguna bernama Kate.
“KAMI MENANG,” yang lain menimpali sementara banyak netizen mengatakan penurunan kapitalisasi pasar adalah hal yang “pantas.”
Ketika The Post menghubungi Starbucks untuk memberikan komentar, juru bicara perusahaan menunjuk pada pesan dari chief partner officer, Sara Kelly, yang diposting di situs web Starbucks bulan lalu.
“Starbucks dengan tegas mengutuk tindakan kebencian, terorisme, dan kekerasan,” tulis Kelly. “Sebagai tim kepemimpinan, kami ingin sekali lagi menyampaikan simpati terdalam kami kepada mereka yang terbunuh, terluka, terlantar, dan terkena dampak akibat aksi teror keji, meningkatnya kekerasan dan kebencian terhadap orang-orang tak berdosa di Israel dan Gaza dilansir dari CNBC Indonesia”.
Sebelumnya, aksi boikot ini pun menarik perhatian media asing, Al Jazeera. Melalui artikel berjudul “Indonesians boycott McDonald’s, Starbucks over support for Israel” yang dipublikasikan pada 14 November 2023 lalu, media asal Qatar itu menyoroti McDonald’s dan Starbucks di Medan, Sumatra Utara yang sepi pengunjung.
“Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, telah lama bersimpati pada perjuangan Palestina dan tidak memiliki kedutaan besar Israel,” tulis Al Jazeera, dikutip Jumat (17/11/2023).
Dalam artikel tersebut, Al Jazeera mewawancarai manajer operasional Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) cabang Medan, Ade Andrian, yang turut memboikot McDonald’s, padahal sebelumnya cukup sering mengunjungi restoran cepat saji asal AS tersebut.
“Pesanan favorit saya adalah Family Meal. Ketika memesan lewat lantatur (drive thru), saya selalu memesan es krim” ungkap Ade kepada Al Jazeera.
“Namun, saya tidak pernah ke McDonald’s lagi sejak kami mengetahui bahwa McDonald’s Israel memberikan bantuan dan diskon kepada militer Israel,” ujar Ade.
Melalui laporannya, Al Jazeera menyebutkan bahwa pihaknya telah menghubungi McDonald’s Indonesia. Melalui pernyataannya, McDonald’s Indonesia menyebutkan bahwa pihaknya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
“McDonald’s Indonesia mengatakan kepada Al Jazeera dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “komitmennya teguh untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan ingin mengambil peran aktif dalam upaya bantuan di Gaza,” lapor Al Jazeera.
Selain itu, Al Jazeera juga melaporkan bahwa Starbucks di Focal Point Mall terpantau sepi pengunjung dalam beberapa minggu terakhir.
“Kami melihat bahwa keadaan saat ini jauh lebih tidak sibuk daripada biasanya, meskipun kami tidak dapat mengatakan dengan pasti kenapa ini terjadi,” kata salah satu barista yang tidak ingin disebutkan identitasnya.
“Bisa jadi karena berbagai faktor, seperti kami tidak mengadakan promosi apa pun saat ini. Kami tidak tahu, tapi belum ada pelanggan yang bertanya kepada kami tentang boikot tersebut,” lanjutnya.
Dalam artikel yang sama, Al Jazeera turut menyoroti sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa haram atas “dukungan secara langsung maupun tidak langsung kepada agresi Israel terhadap Palestina atau pihak-pihak yang mendukung Israel”.
Selain itu, Al Jazeera juga melaporkan terkait aksi damai bela Palestina puluhan ribu masyarakat Indonesia di Monas, Jakarta Pusat.
“Puluhan ribu warga Indonesia, termasuk Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, dan calon presiden, Anies Baswedan, berkumpul di Monas, Jakarta untuk menyatakan solidaritas terhadap Palestina dan menyerukan gencatan senjata segera di Gaza,” tulis Al Jazeera.
“Akibat khawatir akan keamanan, beberapa cabang McDonald’s dan Starbucks di dekat monumen ditutup pada hari demonstrasi,” lanjut laporan tersebut. (Red)