Zat Penyebab Kanker, Mie Instan Indonesia Ditarik Dari Taiwan, DPR RI Komisi IX Minta BPOM Cek dan Uji Sampling

Jakarta, Matainvestigasi.com – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk segera cek dan melakukan uji sampling produk mie instan Indonesia yang ditarik di Taiwan, Jum’at (28/04).

Diketahui, salah satu produk mie instan asal Indonesia ditarik oleh otoritas Taiwan karena mengandung zat penyebab kanker (karsinogenik).

Setelah ditemukan zat tersebut, per 25 April 2023 seluruh produk mie instan dengan varian rasa ayam spesial tersebut ditarik.

Kurniasih juga meminta BPOM segera melakukan mitigasi untuk menanggulangi persoalan itu. Terlebih, sebelumnya juga pernah terjadi otoritas Singapura dan Hongkong menarik produk mie instan asal Indonesia.

Baca juga;

Karena itu, ia meminta BPOM untuk memastikan produk tersebut apakah juga beredar di Indonesia atau hanya untuk produk ekspor semata.

“Temuan dari otoritas Taiwan jadi alarm dan masukan berharga. Segera cek produk yang sama apakah beredar juga di Indonesia. Kedua jika tidak beredar di Indonesia, BPOM tetap harus melakukan cek produk-produk yang sama karena sudah dua kali terjadi kasus di luar negeri,” papar Kurniasih dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Rabu (26/4/2023).

Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II ini menambahkan, BPOM bisa melakukan uji sampling keamanan untuk memastikan bahwa produk mie instan yang beredar di Indonesia aman dikonsumsi.

“Berikan rasa aman kepada konsumen, salah satunya dengan melakukan uji sampling secara berkala dan diumumkan hasilnya ke publik sehingga masyarakat merasa terlindungi dalam mengonsumsi produk obat dan makanan,” sebut Politisi Fraksi PKS ini.

Ia menambahkan, meskipun standar keamanan pangan di masing-masing negara berbeda-beda, perlu dilakukan klarifikasi tentang hasil pengujian di Taiwan untuk menjadi masukan bagi BPOM.

Diketahui, Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah World Health Organization (WHO)/Food and Agriculture Organization (FAO), belum mengatur mengenai EtO dan senyawa turunannya.

Hal ini yang dinilai mengakibatkan terjadinya standar yang sangat beragam di berbagai negara. Meski begitu, kejadian di satu negara harapannya bisa menjadi masukan dan segera ditindaklanjuti agar rasa aman dalam mengonsumsi obat dan makanan di Indonesia bisa terjamin. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *